Minggu (27/ 7) Panitia dari Beastudi Etos menggelar Kegiatan Operasi Pembersihan Sungai CIliwung sebagai salah satu dari rangkaian acara Temu Etoser Nasional. Sehingga acara ini dihadiri oleh mahasiswa-mahasiswa dari seluruh Indonesia karena Beastudi Etos tersebar di 11 Pergguruan Tinggi Besar di Indonesia di 9 daerah. Beastudi Etos bekerja sama dengan Dompet Dhuafa Republika mengadakan kegiatan ini dalam rangka Aksi Cinta Lingkungan.
Kegiatan ini dilakukan sepanjang Sungai CIliwung, mulai dari Jembatan Tanjung Barat hingga Kampung Melayu, dan dibagi menjadi 6 titik. Para peserta yang hadir sekitar 300 orang, yang dibagi ke dalam tiga tim, yaitu:
Tim Air, mengumpulkan sampah sepanjang perjalanan menggunakan perahu karet
Tim Darat, mengumpulkan sampah di sepanjang tepian Sungai CIliwung
Tim Survey, melakukan survey tentang opini masyarakat tentang Ciliwung dan segala permasalahannya
Saya senang sekali bisa menjadi salah satu relawan di acara ini dan dapat terjun langsung menjadi Tim Air yang menyisir sungai dan mengumpulkan sampah sepanjang perjalanan. Kami didampingi oleh Tim Rescue dari Karang Taruna Manggarai ditempatkan di Spot 3, yaitu daerah Condet. Tim Air ini terdiri dari 14 orang, yang ditempatkan dalam 2 perahu karet. Kami menyisir sungai Condet-Kalibata sepanjang kira-kira 10 km. Medan yang dilalui tidak mudah, karena medannya lebih sulit dibanding arung jeram. Saat arung jeram kita bisa melihat batu-batu penghalangnya, sementara di sungai ini kita tidak tahu apa yang menjadi penghalangnya.
Sungai ini tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan masyarakat yang tinggal di pinggiran Sungai Ciliwung. Sungai ini adalah sumber kehidupan dan mata pencaharian mereka. Lihat saja sepanjang perjalanan yang kami lalui. Ada orang-orang yang mandi, memancing, menangkap ikan sapu-sapu dan menarik rakit untuk menyebrangkan orang. Dengan terjun langsung seperti ini, kita bisa melihat langsung fenomena-fenomena yang terjadi di Sungai Ciliwung ini. Sampah yang luar biasa banyaknya, baik organik maupun anorganik, belum lagi di pinggiran sungai banyak sekali sampah menggunung di tempat pembuangan sampah, di belakang rumah atau menggantung di pohon-pohon akibat banjir. Saya sampai bingung sampah mana dulu yang harus saya ambi?!@#$%^ Lalu dari mana sampah itu berasal?
Jika kita bertanya ini salah siapa? Maka masyarakat hilir akan menyalahkan masyarakat yang tinggal di hulu sungai yang membuang sampah ke sungai, sementara masyarakat di hulu sungai tidak mau disalahkan dan tidak mengaku demikian malah menyalahkan masyarakat di hilir sungai yang membuang sampah ke sungai. Padahal jika kita membicarakan Sungai Ciliwung, tidak bisa sebagian-sebagian, tetapi harus secara keseluruhan, dari hulu sampai hilir. Karena semua penduduk yang tinggal di sepanjang tepian Sungai CIliwung membuang sampah ke sungai. Itulah permasalahan intinya. Memang sampah yang dibuang adalah limbah rumah tangga, bukan limbah pabrik yang mengandung zat-zat kimia. Hal itu terlihat dengan masih adanya kupu-kupu dan ikan sapu-sapu yang masih hidup di sungai ini. Namun tetap saja limbah tersebut mencemari sungai kita tercinta ini.
Selain itu ditemukan permasalahan lain yang mebuat masyarakat mau membuang sampah ke sungai, diantaranya:
Pemukiman di sepanjang tepian Sungai Ciliwung melewati gang-gang kecil dan jauh dari tempat pembuangan sampah, sementara petugas kebersihan menggunakan gerobak sehingga sulit menjangkau pemukiman penduduk. Jadi tidak ada pilihan lain, masyarakat membuang sampah ke sungai.
Letak rumah yang membelakangi sungai, bukan meghadap sungai. Seharusnya ada perbaikan, rumah penduduk di buat menghadap sungai. Karena logikanya masyarakat membuang sampah ke belakang rumah bukan ke depan rumah, sehingga sungai bersih dari sampah.
Jika sampah dikumpulkan dan dibakar menyebabkan polusi udara, maka mengganggu ketenangan warga lain karena pekarangan mereka berdekatan.
Para pejabat, seperti Gubernur bahkan Presiden harus terjun langsung melihat fakta Sungai Ciliwung, menyisir sungai dan melihat secara langsung apa yang terjadi. Karena selama ini mereka hanya mendengar katanya saja. Tapi tentunya bila para pejabat itu turun, pasti para ajudannya sudah membersihkan sungai yang akan beliau-beliau lewati, sehingga sungai akan menjadi bersih, hehe. Tapi bukan itu yang diinginkan, beliau-beliau harus melihat kondisi yang sebenarnya, yang seperti sekarang ini. Sehingga dapat dilakukan tindak lanjut dan merealisasikan Sungai Ciliwung yang bersih dan bebas dari sampah.
Dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampai ke sungai dan berusaha peduli dengan masalah lingkungan ini denganmelakukan aksi serupa untuk membersihkan Sungai Ciliwung secara massal!
Di tengah gemerlapnya Kota Metropolitan ini, sedikit saja kita melirik ke lingkungan sekitar kita dapat melihat situasi yang sangat berbeda. Yang kita lihat secara kasat mata hanya gaya hidup yang makin lama makin terseret arus modernisasi, pusat kota yang makin lama makin padat, gedung tinggi, apartement dan perumahan elite dibangun di atas tanah warga. Semakin menampilkan perbedaan yang ada.
Kita tidak bisa tidak peduli dengan permasalahan Sungai Ciliwung ini, karena saat air sungai meluap, bukan masyarakat di sepanjang sungai saja yang merasakan akibatnya. Tapi seluruh warga Jakarta, karena air meluap hingga ke jalan raya. Hingga ke jalan-jalan inti yang biasa kita lewati saat berangkat kerja. Jadi sudah selayaknya kita memperhatikan hal ini dan ikut peduli dengan sungai kita tercinta ini.
Kegiatan Operasi Pembersihan Sungai Ciliwung ini sungguh bermanfaat. Membuktikan bahwa mahasiswa bukan hanya bisa bicara dan terjun dalam isu-isu politik dengan melakukan aksi-aksi demo, tapi juga terjun dalam aksi Cinta Lingkungan.
Sungguh saya sangat senang bisa ikut dalam aksi ini. Namun saya melihat kurangnya koordinasi dari panitia. Misalnya, saat bus-bus mengantar kita ke beberapa titik, leader di bus yang menuju spot 3 tidak tahu harus kemana, sehingga membuat sopir bus bingung dan memaki-maki leader tersebut. Kemudian tim konsumsi, saya sebagai relawan dan beberapa kakak-kakak dari Karang Taruna tidak mendapat makan siang. Mungkin telah disiapkan, namun tidak ada panitia yang menawarkan, sehingga mana mungkin kita meminta-minta makanan pada panitia. Ini sebagai saran saja untuk panitia, agar acara-acara selanjutnya bisa lebih baik lagi. Namun hal ini tidak mengurangi semangat saya dalam mengikuti acara ini atau mungkin kegiatan-kegiatan serupa semacam ini.
Terima kasih kepada Panitia dari Beastudi Etos yang telah menyelenggarakan kegiatan ini. Terima kasih juga untuk kakak-kakak dari Karang Taruna Manggarai yang telah mendampingi kita sepanjang perjalanan, mendayung perahu karet sepanjang jalan dan mau berbagi cerita kepada kita tentang pengalaman-pengalaman mereka yang luar biasa menarik. Mas Budi, Mas Alex, Mba Nia, Mba Ira, Mas Panda, Mas Cemot dan lain-lain dari Karang Taruna Manggarai, terima kasih banyak.